RUU Sistem Budaya Pertanian Akan Lindungi Lahan Pertanian

16-01-2018 / BADAN LEGISLASI
Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Firman Soebagyo (F-PG)/Foto:Azka/Iw

 

Tergerusnya lahan pertanian semakin hari semkin marak, seiring dengan pertumbuhan penduduk dan kebutuhan tanah untuk keperluan non pertanian. Alih fungsi lahan kian banyak, sementara perlindungan lahan dan percetakan sawah baru menghadapi kendala yang rumit.

 

Menghadapi permasalahan tersebut, Wakil Ketua Badan Legislasi DPR RI Firman Soebagyo menyampaikan ke depannya, Rancangan Undang-Undang Tentang Sistem Budidaya Pertanian yang sedang dirancang DPR akan melindungi lahan pertanian. 

 

“Kalau memang benar pengaturan budidaya lahan pertanian berkelanjutan itu tidak ada sanksi, maka tidak menutup kemungkinan akan segera kita melakukan revisi. Dan kemudian memberikan sanksi kepada siapapun yang melakukan alih fungsi lahan pertanian,” tandas Firman saat di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (16/01/2018). 

 

Berkurangnya lahan pertanian yang setiap tahun semakin menyempit, salah satu sebabnya untuk memenuhi kebutuhan perumahan dan industri, dikarenakan jumlah masyarakat yang semakin banyak. Firman bahkan mengungkapkan, saat ini terjadi manipulasi lahan, yang seharusnya lahan basah pertanian dipertahankan menjadi tempat menanam padi malah justru diuruk dan dijadikan perumahan. 

 

“Banyak lahan basah yang dikonvensi menjadi lahan kering lalu dimanfaatkan untuk kepentingan industri, perumahan dan sebagainya. Padahal itu sebetulnya lahan pertanian," keluh politisi dari Fraksi Partai Golkar ini.

 

Selain alih fungsi lahan, Firman juga menyampaikan tentang fokus dan konsentrasi dunia internasional saat ini pada pangan dan energi. Menurutnya produksi pangan dunia harus ditingkatkan untuk mengantisipasi semakin parahnya krisis kebutuhan pokok, itu akibat laju pertumbuhan penduduk yang amat tinggi. Jumlah penduduk dunia diperkirakan akan terus meningkat pada tahun 2050 dari saat ini.

 

“Ini menjadi penting, karena hasil rilis dari PBB itu akan terjadi peningkatan jumlah penduduk dunia, yang jumlahnya hari ini tujuh miliar manusia di tahun 2050 itu akan terjadi pergeseran kurang lebih mencapai 9,7 miliar manusia. Artinya ada konsekuensi terhadap kebutuhan pangan dan energi, oleh karena itu sekarang ini negara-negara maju sedang konsentrasi penuh terhadap industri energi kemudian industri pangan,” jelas politisi asal dapil Jawa Tengah itu. (eko/sf)

BERITA TERKAIT
Peringatan Legislator Soal IUP untuk Ormas: Tambang Bukan Sekadar Soal Untung
30-01-2025 / BADAN LEGISLASI
PARLEMENTARIA, Jakarta – Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Edison Sitorus, menyoroti revisi Undang-Undang Mineral dan Batu Bara (UU Minerba)...
Revisi UU Minerba, Demi Kemakmuran Rakyat dan Penambangan Berkelanjutan
25-01-2025 / BADAN LEGISLASI
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Badan Legislasi DPR RI, Edison Sitorus, menyampaikan pandangannya mengenai revisi Undang-Undang Mineral dan Batu Bara (UU...
RUU Minerba sebagai Revolusi Ekonomi untuk Masyarakat Bawah
23-01-2025 / BADAN LEGISLASI
PARLEMENTARIA, Jakarta – Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Aqib Ardiansyah menilai filosofi dasar dari penyusunan RUU tentang Perubahan Keempat...
RUU Minerba: Legislator Minta Pandangan PGI dan Ormas soal Keadilan Ekologi
23-01-2025 / BADAN LEGISLASI
PARLEMENTARIA, Jakarta – Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Muhammad Kholid mengapresiasi masukan yang disampaikan Persatuan Gereja Indonesia (PGI) terkait...